Jakarta, Gatra.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebutkan DPR tidak pernah merevisi Undang-Undang Pemilu yang mengikuti langgam keputusan Mahkamah Konstitusi terkait kepala daerah.
Hal ini yang menjadi permasalahan karena Undang-undang Pemilu masih membuka celah bagi mantan koruptor, sehingga namanya tercantum di dalam surat suara di tahun 2024 atau dapat mendaftar sebagai calon legislatif.
“Dalam konteks Pemilu yang berintegritas, apalagi menjelang tahun politik di tahun 2023 dan 2024, kita tahu bersama pertengahan tahun 2023 nanti pendaftaran calon anggota legislatif dibuka,” kata Kurnia dalam Konferensi Pers “Evaluasi Kinerja DPR 2019-2022” di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (26/10).
Kurnia mengulas jika kepala daerah yang terlibat kasus korupsi, maka terdapat masa jeda 5 tahun berdasarkan putusan MK tahun 2019. Kendati demikian, Kurnia menyayangkan anggota legislatif tidak ada masa jeda bagi mantan koruptor karena tidak adanya perubahan Undang-Undang Pemilu.
“Jadi, atas dasar hal tersebut untuk bingkai legislasi pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh DPR adalah justru menggembosi agenda pemberantasan korupsi karena pemantauan ini 2019-2022 kalau kita mundur sedikit, maka akan semakin terlihat penyebab utama melemahnya agenda pemberantasan korupsi dari proses pembuatan undang-undang ada revisi undang-undang KPK dan lain sebagainya,” jelasnya.